Empati, Pemuda, dan Pembangunan

  1. Home
  2. Inspiring Story
  3. Article detail
Empati, Pemuda, dan Pembangunan

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”. Ucapan bung karno menegaskan betapa kuat dan pentingnya pengaruh yang dapat diberikan oleh seorang pemuda. Kutipan tersebut juga bukanlah sebuah retorika belaka, melainkan benar adanya. Siapa orator handal yang mampu menggerakan hati jutaan rakyat Indonesia untuk berjuang melawan penjajahan? ia adalah Soekarno, seorang pemuda asal Surabaya. Siapa wanita pemberani yang gagasan-gagasannya membuka jalan bagi perubahan sosial dan pendidikan di Indonesia? Ia adalah  Kartini, seorang pemudi dari Jepara. Tak diragukan lagi, sudah sepatutnya kita sepakat bahwa pemuda merupakan agent of change yang memiliki dampak besar dalam membawa perubahan-perubahan dalam pembangunan. Sikap kritis dan semangat pemuda memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menyadarkan masyarakat. Tak heran jika semangat pemuda inilah yang saat ini tengah digaungkan pemerintah dalam mencapai Indonesia Emas 2045.

Pada tahun 2045 nanti Indonesia akan kedapatan bonus demografi atau 70% penduduknya merupakan usia produktif (15-64 tahun). Oleh karena itu, pemuda menjadi instrumen yang harus dimaksimalkan potensinya karena akan menjadi penentu nasib bangsa ini dalam dua dekade mendatang. Dalam mewujudkan cita-cita Indonesia emas, terdapat sebuah aspek penting yang harus ditanamkan dalam diri pemuda, yakni empati. Membangun empati merupakan bagian dari upaya memperkuat pembangunan karakter bangsa untuk mewujudkan visi Indonesia emas 2045 (Susari, 2020). Karena melalui empati, pemuda dapat tergerak untuk melakukan perubahan-perubahan atas dasar kesadaran dan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Sebagaimana Soekarno pernah berkata “aku lebih senang pemuda yang merokok dan minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang hanya memikirkan diri sendiri”. Bahwasanya secerdas apapun seorang pemuda apabila tidak diiringi dengan empati terhadap bangsa ini, pada akhirnya pun tidak akan berarti apa-apa.

Empati sendiri terdiri dari beberapa jenis, dan salah satu yang menurut saya paling penting adalah empati welas asih yang tidak hanya berupa perasaan mengerti kondisi orang lain namun juga benar-benar tergerak untuk mengambil tindakan. Dalam pembangunan, pemuda bisa menunjukan empatinya melalui berbagai cara dan dapat dimulai dengan langkah-langkah kecil. Salah satunya adalah melalui gerakan sosial atau organisasi kemasyarakatan. Karena saya percaya untuk mencapai kemajuan pembangunan diperlukan pembenahan pada aktor level inti, yakni masyarakat. Hal tersebut mendorong saya untuk mencoba memberdayakan masyarakat secara langsung, salah satunya melalui organisasi Desamind. Dalam sebuah rumah kecil nan hangat kami bekerjasama dengan pemuda-pemudi desa Sukamulya untuk membuat program pengajaran non-formal bagi anak-anak sekolah dasar. Beragam aktivitas kami lakukan, seperti mengukir tanah liat, melukis, dan kegiatan lainnya yang dapat melatih kognitif. Kehadiran kami seakan menjadi penghiburan tersendiri bagi mereka. Terdapat kepuasan tersendiri melihat senyum terukir di wajah mereka, terlebih ketika mendengar cerita mengenai mimpi-mimpi yang ingin diraih. Namun demikian, tidak hanya mimpi-mimpi besar yang saya dengar, terdapat pula beberapa anak yang tidak yakin akan mimpinya karena terjebak dalam belenggu dilema antara kemiskinan dan pendidikan. Menyadarkan saya bahwa tidak semua anak Indonesia bisa berkesempatan mendapat pendidikan yang layak. Oleh karena itu, sebagai agent of change empati pemuda dibutuhkan untuk membantu terpenuhinya pengetahuan pada generasi penerus.

Bukti nyata peran pemuda lainnya dapat kita lihat dari kegigihan anak-anak SMA yang bersekolah di luar negeri namun memiliki kepedulian terhadap pendidikan di Indonesia. Mereka adalah para pendiri organisasi TutorHead, sebuah wadah bantuan pendidikan online gratis yang ditujukan bagi anak SD-SMA. Sebagai salah satu pengajar dalam organisasi tersebut, saya melihat betapa banyaknya anak-anak dan orang tua yang merasa terbantu akan kehadiran organisasi ini. Bayangkan bagaimana jadinya apabila pemuda-pemudi Indonesia dari Sabang sampai Merauke melakukan hal yang sama? Saya yakin target Indonesia emas 2045 bukanlah hal yang mustahil untuk kita raih.

Empati menjadi fondasi penting dalam mewujudkan kesejahteraan dan keharmonisan bangsa Indonesia. Empati dapat menjadi pemantik yang menyalakan naluri dan akal pemuda dalam berinovasi guna menyelesaikan permasalahan sosial. Lebih dari sekedar itu, empati juga dapat menjadi “strong why” atau alasan yang kuat bagi seseorang melakukan sesuatu. Saya percaya untuk meneruskan kebaikan dan menyentuh empati pemuda-pemudi lain secara lebih luas diperlukan skill kepemimpinan yang mumpuni dan Instarter merupakan wadah yang tepat bagi saya dan pemuda lainnya untuk mengasah keterampilan dan potensi diri.

Leave Your Comment