Semua Masa Ada Orangnya, Semua Orang Ada Masanya

  1. Home
  2. Inspiring Story
  3. Article detail

“Kayaknya aku nggak bisa deh”, “Kapan ya aku jadi kaya dia?”
Kurang lebih, dua pernyataan di atas pernah terbesit di dalam benakku. Sosial media membawaku berselancar jauh untuk melihat banyak pencapaian hebat dari orang-orang di sekitarku. Kemenangan, senyum yang sumringah, dan pencapaian yang hebat semua terkemas apik di dalam sosial media yang kulihat. Sampai pada satu titik, emosi rendah diri tidak bisa terbendung kembali.
Rasanya, melihat pencapaian atau pengalaman baru orang lain lebih menyenangkan dibandingkan mulai memberanikan diri untuk bisa berada di fase orang-orang hebat tersebut. Asyik membandingkan diri, tidak mau memulai, atau bahkan melihat pencapaian orang lain dengan perspektif kecemburuan. Sungguh, aku pernah di fase yang seperti itu.
Sampai satu kutipan yang tidak sengaja muncul di beranda sosial mediaku berkata, “Semua orang ada masanya dan Semua masa ada orangnya”. Aku tersadar, mungkin pencapaian hebat yang dibagikan oleh teman-temanku di laman sosial media mereka adalah masa mereka. Masa yang pernah mereka impikan, ekspektasikan, hingga mampu terealisasikan. Sudah sepatutnya, komparasi diri terhadap pencapaian tidak perlu untuk diulangi kembali.
Sejak saat itu, aku mulai berbenah. Kembali pada urusan pribadi dan tidak ingin lagi terkungkung dalam situasi komparasi. Ternyata, potensi diri menjadi hal pertama yang ingin aku refleksikan. Tidak mau berpikir terlalu jauh untuk mendapatkan penghargaan atau semacamnya. Saat itu, aku hanya berpikir sederhana mengenai “Apa yang aku sukai” dan “Apa yang bisa aku kembangkan”.
Hal tersebut sangat membantuku mengenal diri jauh lebih dalam. Aku tahu arah mana yang hendak kuambil, tahu harus dengan siapa seharusnya aku melakukan hal tersebut, hingga aku akhirnya tahu bahwa semua proses yang akan dan sedang kulakukan ternyata semenyenangkan itu.
Betul, proses itu sangat menyenangkan. Aku sampai ketagihan untuk terus berproses. Tidak lagi mengkhawatirkan diri karena terlalu sibuk mengkomparasi.
Teman, sudah saatnya kita keluar dari lingkaran tidak sehat. Lingkaran jahat yang terus mengungkung kita dalam diri yang tidak mau berani. Jika aku bisa dan mau berubah, aku pun yakin kalian akan seperti itu. Sudahi komparasi dirimu dengan orang lain. Mulailah berefleksi, siap-siap untuk berdikari ya.
Salam hangat,
Intan

Leave Your Comment